Kamis, 19 Juni 2008



EARLY WARNING SYSTEM REFORMASI MANAJEMEN PENDIDIKAN TINGGI

Lingkungan Internal dan Eksternal

Belakangan ini sejumlah PTN di Indonesia dihadapkan pada kenyataan bahwa reformasi pendidikan tinggi merupakan keharusan. Apabila hanya dilihat dari segi analisis pasar, memang benar bahwa permintaan pasar akan jasa perguruan tinggi domestik masih tetap akan mengalir, baik untuk jasa pendidikan, konsultasi maupun SDM lulusannya. Sehingga dapat dianggap bahwa pangsa pasar domestik tetap akan mempunyai permintaan terhadap PT lokal. Namun apabila kita memandang lebih jauh ke dalam konteks regional dan internasional, maka jelas bahwa kedudukan pendidikan tinggi di Indonesia cukup terpuruk dengan memakai indikator universitas unggulan kita tanpa bisa masuk ke jajaran 50 besar peringkat universitas terbaik dunia. 

Hal tersebut diperparah lagi dengan masalah globalisasi yang mengancam keberadaan perguruan tinggi lokal. Hal tersebut ditunjukkan dengan mulai maraknya pembukaan cabang-cabang universitas asing di Indonesia. Tentu hal tersebut tidak menjadi masalah ketika perguruan tinggi kita mampu mengimbangi dan memberikan pelayanan dan kualitas yang sepadan, namun kenyataan di lapangan memberikan bukti bahwa universitas-universitas lokal belum mampu memberikan pelayanan yang memadai.

Pada sisi yang lain permasalahan menjadi lebih rumit ketika PTN-PTN yang menyandang nama besar merasa telah cukup, dan menjadi raksasa tidur yang puas akan keunggulan komparatifnya. sedangkan universitas-universitas di luar negeri terus membangun kualitas pelayanannya terhadap masyarakat serta meningkatkan kontribusinya bagi bangsa dan ilmu pengetahuan. Bahkan untuk universitas swasta sendiri keadaan menjadi lebih parah lagi, ketika keunggulan komparatif PTN hanya digunakan untuk tujuan jangka pendek semata. Alih-alih tidak berusaha untuk meningkatkan mutunya, namun malah membuat kelimpungan PTS-PTS yang ada di daerah. Fenomena tersebut dapat dilihat dari dibukanya berbagai kelas-kelas jauh yang menawarkan kemudahan perolehan gelar, serta pembukaan kelas ekstensi dan berbagai program yang mengacu pada kuantitas, bukan kualitas. Hal ini tentu memprihatinkan bagi kondisi perguruan tinggi kita. Oleh karena itu reformasi perguruan tinggi perlu dilakukan baik terhadap manajemennya, Sumberdaya manusianya, budayanya serta kontribusinya terhadap masyarakat dan bangsa perlu ditingkatkan.

Tantangan Baru dunia Pendidikan Tinggi

Uraian diatas dapat menjadi gambaran akan situasi perguruan tinggi kita. Namun hal tersebut dapat menjadi ancaman apabila PT kita tidak segera bergerak, namun juga dapat menjadi peluang bagi PT yang dapat secara adaptatif memenuhi tuntutan zaman. Hal tersebut berlaku baik bagi PTN maupun PTS yang ingin meningkatkan pelayanannya terhadap masyarakat dan berkontribusi terhadap ilmu pengetahuan.

Sistem ekonomi sekarang lebih bertumpu terhadap ilmu pengetahuan (Knowledge based economy). Sistem ekonomi ini bergeser dari sistem ekonomi tradisional ke sistem ekonomi baru yang bertumpu pada industri jasa yang tidak nyata (intangible), karena titik beratnya pada produksi informasi dan ilmu pengetahuan (Riady, 2004). dalam kerangka ini, kecepatan dan ketepatan menjadi amat penting. Perkembangan teknologi sebagai faktor sistem ekonomi modern pun mempengaruhi pengembangan disiplin ilmu, dimana pada tataran selanjutnya universitas sebagai pihak yang mempunyai keharusan untuk menjadi agen knowledge transfer dapat mengikuti perkembangan tersebut. Sebagai contoh fakultas hukum harus mulai merambah ranah kebijakan-kebijakan untuk mengatasi cyber crime. Ataupun bidang-bidang lain semacam manajemen harus mulai mengadopsi pelayanan real time (mis. ATM, E-ticketing dsb) sebagai bagian kurikulum pelajaran di universitas.


Oleh karena itu kebutuhan akan manajemen yang lebih baik untuk menjamin berjalannya good corporate governance mutlak diperlukan untuk menjamin lulusan PT mampu menghadapi persaingan pasar kerja yang semakin ketat baik di tingkat nasional maupun internasional. Untuk mewujudkan hal tersebut sistem manajemen perlu mangalami proses digitalisasi baik dalam hal akademik maupun non akademik, maupun melalui pengembangan perguruan tinggi sebagai center of excellent dan pusat riset dalam pengembangan ilmu-ilmu pengetahuan unggulan. 

Berbagai masalah tersebut apabila ditelisik lebih lanjut dapat dicoba untuk dikategorikan menjadi tiga bagian yaitu:

a.Iklim. Persaingan pelayanan jasa pendidikan tidak mendapatkan perhatian dari pemerintah dengan memberikan ketegasan terhadap peraturan-peraturan yang sudah dikeluarkan, semacam ketegasan tentang akreditasi perguruan tinggi, pembukaan kelas-kelas jauh serta peraturan terhadap pengabdian yang harus dilakukan oleh staf akademik. Iklim tersebut pada tampaknya lebih mementingkan kuantitas daripada kualitas. 

b.Budaya. Budaya organisasi yang dipunyai PTN lebih berkesan mereka mengoperasikannya sebagai organisasi publik, yang sebenarnya dapat dikelola dengan meminjam sistem manajemen industrial, sehingga pendanaan bukan hanya didapatkan dari dana mahasiswa, namun kemampuan untuk menciptakan paten-paten yang menyumbang dana, serta adanya pelayanan konsultasi bagi pihak yang membutuhkan. Keterbatasan terhadap budaya penelitian dan pengabdian masyarakat tampaknya kurang menjadi perhatian. Dari sisi staf terdapat kecenderungan bahwa dosen melakukan pekerjaan diluar tugas akademiknya, tentu hal ini akan mengurangi perhatiannya terhadap proses belajar mengajar dan penelitian yang seharusnya dilakukan. Memang hal tersebut dilakukan oleh staf karena adanya kurangnya insentif yang diterimanya. Sehingga dapat dikatakan bahwa sumber permasalahan ini tentu berujung pada masalah pendanaan.

c.Sistem. Dari sistem ini dapat dibedakan menjadi dua hal yaitu: sistem teknologi informasi dan prosedur kebijakan yang ada dalam suatu PT. Sistem teknologi informasi yang terkait dengan penyediaan hardware, software serta komunikasi dapat menjadi penghalang bagi terlaksananya kegiatan akademik (mis. penyediaan sumber-sumber bacaan jurnal elektronik, e-library dsb), maupun non akademik (administrasi). Yang kedua adalah kebijakan dan prosedur yang berhubungan dengan jalur operasi, keberlangsungan bisnis serta corporate governance.

Lebih lanjut Martin (2006 ) mengungkapkan bahwa terdapat tiga ancaman terhadap sekolah-sekolah yang hanya menekankan kepada fasilitas pengajaran, sehingga perlu perbaikan dengan jalan kolaborasi dengan perusahaan,serta menciptakan pengajaran berbasis e-learning pada basis global. Lebih lanjut hal tersebut membutuhkan:

a.Akses terhadap ilmu pengetahuan inovatif

b.Kebutuhan akan SDM yang berpengengetahuan

c.Kebutuhan akan kemampuan untuk mengabsorbsi ilmu pengetahunan baru kedalam produksi jasa dan barang yang berguna.

Early Warning System melalui General Check up

Ibarat anatomi biologis, sistem manajemen perguruan tinggi rupanya perlu dilakukan general check up secara rutin. Serperti halnya anatomi biologis, general check up bertujuan untuk mengetahui kondisi elemen-elemen tubuh secara akurat sehingga dapat dilakukan terapi yang sesuai dengan realitas.

Menurut Riady (2004) terdapat 12 elemen yang mesti dicek secara rutin karena sangat bertalian dengan kinerja universitas. Elemen elemen tersebut dapat berhubungan dengan kesalahan manusia, sistem informasi teknologi maupun kebijakan dan prosedur yang dijalankan. Adapun keduabelas elemen tersebut adalah

1.Tidak jelasnya definisi masalah

2.Tidak jelasnya identifikasi masalah

3. Tidak seimbangnya neraca keuangan harian

4.Kesalahan audit

5.Symptom tuanya korporasi (corporate aging symptom)

6.Problematika IT

7.Variasi anggaran antara unit dalam perguruan tinggi

8.Prosedur yang berbelit-belit

9.Jaringan operasi yang tidak wajar dan layak

10.Budaya yang belum terbarui

11.Staf yang dibayar rendah namun mau menetap

12.Staf yang tidak mau dipindah

Dengan memetakan elemen-elemen tersebut diatas dengan mengkaitkannya dengan sumber kesalahan-kesalahan, maka sistem peringatan dini untuk melakukan perubahan hendaknya perlu segera diinisiasi. Menurut saya pribadi dengan menggunakan matrik semacam ini(matriks general check up Riady 2004. Hal. 223), EWS dapat secara intended dan prosedural dilakukan dengan tanpa meninggalkan peran penting EWS yang dimunculkan oleh anggota organisasi. sistem ini lebih mengarah terhadap otomasisi EWS terhadap perbaikan dan perubahan yang perlu dilakukan terhadap keberlangsungan manajemen perguruan tinggi. Perubahan yang membutuhkan perbaikan dalam konsep Incrementalism dengan bantuan dua mekanisme ini seyogyanya dapat menjadi pertimbangan bagi para pengelola Perguruan tinggi di Indonesia.


REFERENSI

Riady, Mochatar., 2004 “Nanotechnology management style” Penerbitan Fakultas Ekonomi Universitas Indonesia.

Martin, Greme., 2006 “Managing people and organization in Changing context” Elsevier.

Nugroho, Edi., MBA. 2008 “Catatan kuliah sumberdaya manusia”. MSi UGM

0 komentar:

About This Blog

Listen To This

  © Blogger template 'Blissful View' by Ourblogtemplates.com 2008

Back to TOP